Senin, 20 Desember 2010

Inilah tantangan dan risiko ekonomi 2011

Pemerintah melalui Komite Ekonomi Nasional menganalisis beberapa hal yang menjadi pokok perkembangan ekonomi di Indonesia tahun 2011.

Bahwa prospek perekonomian Indonesia masih akan berkembang dengan baik pada tahun 2011. Namun, KEN menilai masih ada beberapa tantangan dan risiko yang timbul yang perlu diantisipasi sejak dini.


Tantangan dan risiko itu berasal dari domestik dan global. Bila tantangan dan risiko tersebut bisa diatasi, KEN optimis prospek ekonomi Indonesia akan lebih baik lagi.

Berikut tantangan dan risiko domestik yang perlu diantisipasi itu;
1. Tantangan atas kemungkinan terjadinya gelembung nilai aset (asset bubble) dan inflasi karena kurangnya daya serap ekonomi nasional terhadap masuknya modal asing, termasuk jangka pendek.
2. Risiko terhentinya arus modal masuk dan bahkan terjadinya penarikan kembali modal masuk dalam jumlah besar.
3. Subsidi energi dan alokasi yang tidak efisien.
4. Risiko inflasi, terutama dipicu oleh komponen makanan, pendidikan, dan ekspektasi inflasi.
5. Infrastruktur dan interkoreksi (transportasi) yang kurang memadai.
6. Peningkatan daya saing, perbaikan pendidikan dan pelatihan serta penambahan pasokan tenaga teknik terdidik, menjadi penghambat bagi perusahaan untuk melakukan ekspansi prpoduksi (utamanya yang padat karya), menghambat investasi dan mengurangi penciptaan nilai tambah dan lapangan pekerjaan.
7. Daya serap atau belanja pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang masih belum optimal.
8. Risiko berkaitan dengan politik dan hukum.
9. Risiko perubahan iklim, bencana alam, dan krisis keuangan.

Sementara tantangan dan risiko global pada 2011 yang perlu diantisipasi, KEN mencatatkan diantaranya:
1. Pemulihan ekonomi negara maju masih akan lama akibat persoalan yang lebih struktural sehingga akan berdampak negatif terhadap pemulihan ekonomi dan perdagangan dunia.
2. Geopolitic-Geoeconomy (G2), dimana penyelesaian persoalan ketidakseimbangan ekonomi dunia, perang kurs, dan potensi perang Korea sangat tergantung G2 (China-AS), bukan G20. Adanya hubungan saling membutuhkan, "benci tapi rindu" anatara AS dan China, sehingga seharusnya mereka mencari penyelesaian secara kooperatif.
3. Kebijakan banjir likuiditas AS melalui Quantitative Easing 2 diambil dalam rangka menyelamatkan diri sendiri. Genderang perang kurs telah ditabuh, dipicu oleh kebijakan AS membanjiri likuiditas dan melemahkan dollar terhadap mata uang dunia. Diperkirakan, kebijakan ini masih akan terus berlangsung sepanjang 2011.
4. Dilema perang kurs, dan
5. Risiko gagal bayar utang negara-negara Eropa.

Tidak ada komentar: